Taksi menempuh perjalanan dari Hotel Harris di pusat kota Batam ke kampung Vietnam ini kurang lebih 50 kilometer. Sekitar satu jam perjalanan. Usai melewati Jembatan Trans Barelang dan berfoto-foto di destinasi tersebut, dan melewati empat jembatan trans barelang, akhirnya sampai juga ke pulau Galang ini.
Sepanjang perjalanan tadi hanya pemandangan pohon dan pohon, terkecuali saat melintasi jembatatan, kita baru bisa melihat birunya laut dan langit. Yang sebenarnya memang tidak ada pemandangan yang seru saat menuju ke Kampung Vietnam ini. Baik naik taksi ataupun ojek, sepanjang perjalanan bisa mengantuk deh karena saking jauh dan homogen pemandangannya. But dinikmati aja ya, karena sambil melihat tanah-tanah yang sebagian gersang itu kita bisa sambil merenung dan berkontemplasi kan ya? :)
Jika hendak rental mobil disarankan untuk merental mobil langsung satu hari, bukan rental per-destinasi. Karena harganya bisa sama dengan menyewa mobil selama satu hari. Sedangkan biaya ojek untuk ke Kampung Vietnam katanya sekitar dua ratus lima puluh ribu pulang pergi. Kalau mau ngojek, sebaiknya menggunakan baju lengan panjang dan masker agar kulit tidak gosong karena teriknya mentari.
Salib yang ada di Gereja Katolik Nha Tho Duc Me Vo Nhiem menjadi hal yang mencolok dari kejauhan. Juga patung putih Maria di bagian muka bangunan di bawah tanda salib. Maria tampak sedang merentangkan tangan agak ke bawah. Dia berdiri di atas bola dunia dengan jubah putihnya yang merentang seperti sayap.
Untuk sampai ke gereja ini, kita harus melewati titian kecil melengkung terbuat dari besi yang kokoh. Dasar titian terbuat dari kayu yang kuat sehingga kita tidak akan ragu untuk melintasinya.
Kita juga bisa menyaksikan bola dunia yang berada di atas patung perahu bernomor lambung VN.02.1985.
Di atas kepala patung di atas bola dunia ini terdapat lingkaran putih terbuat dari lampu neon, menjadi penanda “malaikat” atau orang suci.
Deretan kursi kayu berkaki besi berjajar di dalam gereja yang sangat luas, dengan langit-langit yang tinggi. Ekspose langit-langitnya dicat putih, menampakkan struktur kayunya yang rigid, menjadikan gereja ini semakin berkesan luas. Bukaan jendela yang lumayan banyak dan lebar memasukkan udara dari luar, sehingga membuat ruangan berkesan adem. Ciri khas bangunan tropis.
Melintasi kampung vietnam dengan taksi, kita bisa melihat beberapa bangunan peninggalan di beberapa ruas jalan. Kebanyakan bangunan sama sekali tidak terawat. Bahkan beberapa tempat terlihat menyeramkan karena kondisi bangunnannya sudah memprihatinkan. Tidak nampak ada spot atau rute pejalan kaki untuk melihat peninggalan bangunan tersebut. Dan lagipula memang bangunan tersebut merupakan bangunan kosong. Di beberapa sudut jalan dan persimpangan, kita bisa menemukan beberapa penunjuk keterangan bekas rumah sakit, bekas aula, bekas perkampungan.
Perang Vietnam yang terjadi sekitar tahun 1970 membuat sebagian besar warga Vietnam lari dari negaranya. Konon jumlah korban jiwa yang begitu tinggi akibat perang tersebut. Ribuan orang vietnam memilih lari menggunakan kapal kayu untuk mengungsi ke negara lain. Bahkan tanpa tujuan yang jelas. Perahu mereka terombang-ambing di lautan luas selama berbulan-bulan. Mereka berharap kapal dan perahu mereka akan bersandar ke pinggir pantai. Entah di mana.
Tidak semua pengungsi selamat. Banyak perahu dan kapal yang harus karam di terjang ganasnya ombak dan lautan yang luas. Ribuan pengungsi lainnya yang selamat terpencar di beberapa negara terpisah. Sebagian mereka akhirnya tiba di salah satu negara yaitu Indonesia, mereka tiba dengan selamat di Pulau Galang Batam Kepri ini.
Kawasan camp pengungsi vietnam ini sepi karena memang tidak terdapat lagi warga Vietnam. Sebab Di kawasan kampung vietnam pulau galang ini terdapat Vihara Quan Am Tu yang kokoh, Pagoda Cua Ky Vien yang megah, gereja
Protestan dan Katolik yang unik. Keberadaan tiga bangunan peribadatan dari kaum yang berbeda keyakinan ini menunjukkan sikap
keberagamaan (religiositas) mereka. Dan sekaligus gambaran bahwa nasib sama sebagai pelarian dan pengungsi, membuat perbedaan keyakinan ini tidak menjadi masalah lagi. Sehingga mereka pun hidup berdampingan dan bertoleransi.
Oh, apakah kadang memang dibutuhkan ujian dan musibah kemanusiaan untuk menyatukan perbedaan keyakinan? Membayangkan hal ini, rasanya justru menakutkan ya? Ya Rabb, lindungi bangsa kami dari perpecahan. Lindungi kami dari musibah. Aamiin.
Selain monumen kapal yang berada dekat gereja, terdapat juga dua kapal kayu berukuran besar yang berada di persimpangan jalan yang kulihat saat perjalanan pulang.
Kapal tersebut terlihat sangat memprihatinkan, karena beberapa
sisinya sudah mulai keropos, pada bagian deck kapal juga
terlihat berantakan.
Para pengungsi vietnam ini pastilah orang-orang yang tangguh, yang tidak mudah menyerah, apalagi fatalis karena banyak yang survive
daripada tewas. Mereka juga tidak gampang pasrah meski
masa depan mereka awalnya gelap gulita. Konon mereka biasa bertahan
berbulan-bulan di atas perahu kecil saat menjadi “manusia perahu”. Tidak
sedikit eks pengungsi Pulau Galang kini memperoleh kehidupan layak di
berbagai negara. Sebagian anak cucu keturunan mereka kadang pergi ke pulau Galang ini untuk berziarah atau napak tilas perjalanan dan sejarah nenek moyang mereka.
So inspiring!
2 Komentar
Sekarang masih ada kah?
BalasHapusmasih ada
Hapus